Senin, 22 April 2024

Menuju Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan di Konawe Utara: Peluang dan Tantangan

Komunitas Teras telah aktif mengkaji isu-isu terkait kelapa sawit sejak tahun 2019 di wilayah di Sulawesi Tenggara


By Admin 22 April 2022 corona.png

Sebagai salah satu komoditas unggulan Konawe Utara, kelapa sawit menjanjikan potensi ekonomi yang besar, namun juga membawa tantangan kompleks terkait keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan data terbaru, total luas perkebunan kelapa sawit di Konawe Utara mencapai lebih dari 15.000 hektar, terdiri dari perkebunan plasma milik perusahektaran besar seperti PT. Damai Jaya Lestari (DJL) dengan luas kurang lebih 6.636,98 Hektar. dan PT. Sultra Prima Lestari (SPL) yakni sebesar 1.827,62 dan kebun HGU sebesar 5.950 Hektar., serta kebun sawit mandiri milik Masyarakat sebesar 920,191 Hektar. Menariknya, meski luasan perkebunan perusahaan jauh lebih besar, jumlah petani sawit mandiri terus bertambah, menandakan minat masyarakat yang tinggi terhadap komoditas ini.

Namun, perkembangan pesat ini juga memunculkan beberapa permasalahan krusial. Salah satunya adalah tumpang tindih lahan perkebunan dengan kawasan hutan. Data menunjukkan bahwa sebagian besar perkebunan, baik milik perusahaan maupun masyarakat, berada di area yang dikategorikan sebagai Hutan Produksi (HP) atau Hutan Produksi Konversi (HPK). Situasi ini menimbulkan hambatan dalam proses sertifikasi lahan dan program peremajaan sawit, yang sangat penting bagi keberlanjutan industri ini. Selain itu, ekspansi perkebunan sawit juga berdampak pada ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) di Konawe Utara. Tercatat adanya peningkatan sedimentasi, risiko banjir bandang, dan kerusakan lingkungan akibat alih fungsi lahan.

Terkait dinamika perkembangan perkebunan kelapa sawit yang disertai permasalahan yang ditimbulkan di berbagai aspek, Komunitas Teras telah aktif mengkaji isu-isu terkait kelapa sawit sejak tahun 2019 di wilayah di Sulawesi Tenggara. Khusus pada konteks perkebunan sawit berkelanjutan, salah satu fokus isu yang didalami adalah proses sertifikasi perkebunan kelapa sawit melalui Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang bertujuan untuk memastikan bahwa perkebunan kelapa sawit di Indonesia dikelola dengan cara yang ramah lingkungan, berkelanjutan, dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Komunitas Teras

Pada tahun 2024, Komunitas Teras kembali melakukan analisis kesenjangan (gap analysis) perkebunan kelapa sawit di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Studi komprehensif ini mengungkap berbagai tantangan kritis yang dihadapi industri sawit di wilayah tersebut. Permasalahan utama yang teridentifikasi adalah tumpang tindih lahan perkebunan dengan kawasan hutan, yang berdampak signifikan terhadap Daerah Aliran Sungai (DAS).

Analisis ini juga menyoroti kesenjangan yang mencolok antara perkebunan Perusahaan besar dan petani mandiri. Dua perusahaan utama, PT. DJL dan PT. SPL, mengelola total kurang lebih 14.414,6 hektar lahan (termasuk plasma dan HGU), sementara seluruh petani mandiri mengelola 920,191 hektar dengan rata-rata kepemilikan antara 0,5 hingga 3 hektar per petani. Yang lebih mengkhawatirkan, sebagian besar lahan perkebunan ini berada dalam kawasan hutan. Temuan yang lebih mengejutkan adalah bahwa total luas perkebunan plasma perusahaan yang masuk dalam kawasan hutan mencapai 6.106,8 hektar. Angka ini menyoroti urgensi penyelesaian konflik tenurial dan kebutuhan akan strategi mitigasi dampak lingkungan yang komprehensif.

Komunitas Teras

Hasil analisis tersebut dipaparkan kepada para pemangku kepentingan yang terkait dengan perkebunan kelapa sawit di Konawe Utara, dengan tujuan untuk mendapatkan masukan, serta merumuskan rekomendasi untuk tindak lanjut yang lebih konkret. Beberapa tanggapan dan masukan yang diperoleh mulai dari perlunya koordinasi dan integrasi data dari berbagai OPD terkait, penyelarasan program, serta perhatian khusus pada status lahan dan distribusi bibit. Koordinasi lintas sektor menjadi kunci untuk memastikan keadilan dalam pengelolaan lahan dan mendukung kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan Konawe Utara dapat mengatasi tantangan yang ada dan mencapai pembangunan yang berkelanjutan di masa depan.

Menuju Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan di Konawe Utara: Peluang dan Tantangan

Komunitas Teras telah aktif mengkaji isu-isu terkait kelapa sawit sejak tahun 2019 di wilayah di Sulawesi Tenggara


By Admin 22 April 2022 corona.png

Sebagai salah satu komoditas unggulan Konawe Utara, kelapa sawit menjanjikan potensi ekonomi yang besar, namun juga membawa tantangan kompleks terkait keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan data terbaru, total luas perkebunan kelapa sawit di Konawe Utara mencapai lebih dari 15.000 hektar, terdiri dari perkebunan plasma milik perusahektaran besar seperti PT. Damai Jaya Lestari (DJL) dengan luas kurang lebih 6.636,98 Hektar. dan PT. Sultra Prima Lestari (SPL) yakni sebesar 1.827,62 dan kebun HGU sebesar 5.950 Hektar., serta kebun sawit mandiri milik Masyarakat sebesar 920,191 Hektar. Menariknya, meski luasan perkebunan perusahaan jauh lebih besar, jumlah petani sawit mandiri terus bertambah, menandakan minat masyarakat yang tinggi terhadap komoditas ini.

Namun, perkembangan pesat ini juga memunculkan beberapa permasalahan krusial. Salah satunya adalah tumpang tindih lahan perkebunan dengan kawasan hutan. Data menunjukkan bahwa sebagian besar perkebunan, baik milik perusahaan maupun masyarakat, berada di area yang dikategorikan sebagai Hutan Produksi (HP) atau Hutan Produksi Konversi (HPK). Situasi ini menimbulkan hambatan dalam proses sertifikasi lahan dan program peremajaan sawit, yang sangat penting bagi keberlanjutan industri ini. Selain itu, ekspansi perkebunan sawit juga berdampak pada ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) di Konawe Utara. Tercatat adanya peningkatan sedimentasi, risiko banjir bandang, dan kerusakan lingkungan akibat alih fungsi lahan.

Terkait dinamika perkembangan perkebunan kelapa sawit yang disertai permasalahan yang ditimbulkan di berbagai aspek, Komunitas Teras telah aktif mengkaji isu-isu terkait kelapa sawit sejak tahun 2019 di wilayah di Sulawesi Tenggara. Khusus pada konteks perkebunan sawit berkelanjutan, salah satu fokus isu yang didalami adalah proses sertifikasi perkebunan kelapa sawit melalui Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang bertujuan untuk memastikan bahwa perkebunan kelapa sawit di Indonesia dikelola dengan cara yang ramah lingkungan, berkelanjutan, dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Komunitas Teras

Pada tahun 2024, Komunitas Teras kembali melakukan analisis kesenjangan (gap analysis) perkebunan kelapa sawit di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Studi komprehensif ini mengungkap berbagai tantangan kritis yang dihadapi industri sawit di wilayah tersebut. Permasalahan utama yang teridentifikasi adalah tumpang tindih lahan perkebunan dengan kawasan hutan, yang berdampak signifikan terhadap Daerah Aliran Sungai (DAS).

Analisis ini juga menyoroti kesenjangan yang mencolok antara perkebunan Perusahaan besar dan petani mandiri. Dua perusahaan utama, PT. DJL dan PT. SPL, mengelola total kurang lebih 14.414,6 hektar lahan (termasuk plasma dan HGU), sementara seluruh petani mandiri mengelola 920,191 hektar dengan rata-rata kepemilikan antara 0,5 hingga 3 hektar per petani. Yang lebih mengkhawatirkan, sebagian besar lahan perkebunan ini berada dalam kawasan hutan. Temuan yang lebih mengejutkan adalah bahwa total luas perkebunan plasma perusahaan yang masuk dalam kawasan hutan mencapai 6.106,8 hektar. Angka ini menyoroti urgensi penyelesaian konflik tenurial dan kebutuhan akan strategi mitigasi dampak lingkungan yang komprehensif.

Komunitas Teras

Hasil analisis tersebut dipaparkan kepada para pemangku kepentingan yang terkait dengan perkebunan kelapa sawit di Konawe Utara, dengan tujuan untuk mendapatkan masukan, serta merumuskan rekomendasi untuk tindak lanjut yang lebih konkret. Beberapa tanggapan dan masukan yang diperoleh mulai dari perlunya koordinasi dan integrasi data dari berbagai OPD terkait, penyelarasan program, serta perhatian khusus pada status lahan dan distribusi bibit. Koordinasi lintas sektor menjadi kunci untuk memastikan keadilan dalam pengelolaan lahan dan mendukung kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan Konawe Utara dapat mengatasi tantangan yang ada dan mencapai pembangunan yang berkelanjutan di masa depan.

Berita Terkait