Di Desa Tambakua, kegiatan dibuka oleh Kepala Desa, Bapak Juliadin, yang menyampaikan pentingnya partisipasi perempuan dalam perencanaan desa. Dalam sesi pengantar, Mutmainnah dari Komunitas Teras menjelaskan bahwa dokumen perencanaan yang ada saat ini belum sepenuhnya mencerminkan suara perempuan. Ia menekankan bahwa perempuan memiliki kontribusi signifikan dalam pengelolaan lahan dan strategi pencari nafkah dalam rumah tangga. Marleni dari ASPPUK menambahkan bahwa meskipun banyak perempuan terlibat dalam pertanian, keterlibatan mereka sering kali tidak tercatat secara resmi.
Sesi pertama diisi dengan perkenalan harapan dan kekhawatiran warga desa yang dipandu oleh Marleni. Para peserta mengungkapkan berbagai kekhawatiran, seperti ancaman gagal panen akibat cuaca buruk dan banjir yang dapat merusak hasil pertanian. Mereka juga berharap agar kegiatan ini dapat memberikan manfaat nyata bagi kehidupan mereka, termasuk peningkatan pendapatan dan kesejahteraan keluarga. Harapan-harapan tersebut mencerminkan keinginan masyarakat untuk melihat perubahan positif dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Di sisi lain, di Desa Padalere Utama, kegiatan dibuka oleh Kepala Desa Bapak Ramadan yang juga menekankan pentingnya kesetaraan gender dalam pengelolaan sumber daya alam. Dalam sesi diskusi, para peserta menyampaikan harapan agar infrastruktur desa, seperti jalan dan jembatan, dapat diperbaiki untuk mendukung pertanian dan mobilitas warga. Mereka juga mengungkapkan kekhawatiran terkait cuaca yang tidak menentu yang dapat memengaruhi hasil panen. Marleni kembali berperan sebagai fasilitator dalam sesi ini, menjelaskan bahwa meskipun peran perempuan dalam bertani cukup signifikan, dokumentasi mengenai kontribusi mereka masih minim.
Selama diskusi berlangsung, para peserta dari kedua desa menunjukkan kesadaran yang tinggi terhadap pentingnya partisipasi perempuan dalam proses perencanaan dan pengelolaan lahan. Mereka mengidentifikasi berbagai aset yang dimiliki perempuan, seperti kemampuan bertani dan jaringan sosial yang kuat, serta bagaimana hal tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Namun, mereka juga mencatat adanya ketimpangan dalam pembagian tugas antara laki-laki dan perempuan di bidang pertanian.
Kegiatan ini ditutup dengan harapan agar hasil diskusi dapat menjadi acuan untuk merevisi dokumen SLUP agar lebih inklusif terhadap gender. Sekretaris Desa Tambakua menegaskan pentingnya melanjutkan kegiatan ini untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kesetaraan gender dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan suara perempuan akan semakin terdengar dan diperhitungkan dalam setiap kebijakan yang diambil di tingkat desa.
Secara keseluruhan, Internalisasi SLUP Berbasis Gender di kedua desa ini tidak hanya menjadi forum diskusi tetapi juga langkah awal menuju implementasi kebijakan yang lebih adil dan setara bagi semua anggota masyarakat. Kegiatan ini menunjukkan komitmen bersama untuk menciptakan lingkungan yang mendukung partisipasi aktif perempuan dalam pembangunan desa serta memastikan bahwa hak-hak mereka dilindungi dan dihargai.