Penerapan metode ini digunakan untuk melakukan pembuatan peta administrasi dan profil secara partisipatif di Desa Tapuhahi, Desa Lantawonua, Desa Tapuhaka, Desa Bungi-bungi, dan Desa Wumbuburo di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara selama periode Oktober hingga Desember 2019.
Proses pemetaan sendiri dimulai dengan tahapan sosialisasi dan pelatihan fasilitator yang dilakukan dalam dua tahap berbeda. Pendekatan bertahap ini memungkinkan adanya penyesuaian metodologi berdasarkan karakteristik wilayah – apakah berada di daratan utama atau di pulau. Materi pelatihan difokuskan pada metodologi pemetaan partisipatif dan pemahaman implementasi Permendagri Nomor 45 Tahun 2016 tentang pedoman penetapan dan penegasan batas desa. Regulasi ini menjadi landasan hukum sekaligus panduan teknis bagi Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa (TPPBD) dalam melaksanakan tugasnya.
Tantangan utama dalam proses pemetaan partisipatif di Kabupaten Bombana terletak pada aspek koordinasi dan komunikasi. Pasca pengambilan data lapangan dan pertemuan fasilitasi yang dilakukan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG), terjadi kelambatan dalam proses tindak lanjut. Hal ini disebabkan oleh belum ada kejelasan arahan dari pihak TPPBD Kabupaten hingga Kecamatan, serta kapasitas kepala desa dan aparatnya yang masih perlu diperkuat dalam menentukan langkah selanjutnya. Situasi ini mencerminkan masih lemahnya kapasitas kelembagaan di tingkat lokal dalam mengelola proses-proses teknis yang membutuhkan koordinasi lintas sektor.
Kompleksitas penentuan batas administratif semakin terlihat jelas ketika persoalan klaim wilayah muncul ke permukaan. Di wilayah daratan, Desa Tapuhahi menghadapi perbedaan klaim wilayah timur terkait aset berupa dermaga penyeberangan feri, sementara Desa Lantawonua berhadapan dengan Kelurahan Doule dalam perebutan kawasan wisata air terjun. Situasi di Pulau Kabaena bahkan lebih kompleks, dengan konflik batas antara Desa Tapuhaka dengan Desa Toli-toli, serta antara Desa Wumbuburo dan Bungi-bungi dengan Desa Balo yang merupakan desa induk sebelum pemekaran. Konflik-konflik ini menggambarkan bahwa penetapan batas administratif seringkali berimplikasi pada akses terhadap sumber daya ekonomi dan potensi pendapatan daerah.
Menariknya, peta hasil fasilitasi oleh SLPP Sultra ternyata sangat membantu dalam proses penentuan batas desa yang kemudian difasilitasi oleh BIG, khususnya untuk Desa Lantawonua dan Tapuhahi. Peta tersebut menjadi modal dan dasar dalam delineasi peta desa, menunjukkan bahwa pendekatan partisipatif dapat menghasilkan data spasial yang relevan dan bermanfaat bagi proses perencanaan yang lebih luas.
Upaya penyelesaian konflik batas dilakukan melalui serangkaian asistensi dan koordinasi. Kunjungan asistensi lapangan pada akhir Desember 2019 menemukan bahwa beberapa desa tidak hadir pada saat delineasi peta batas yang difasilitasi oleh BIG, sehingga peta kerja yang dihasilkan tidak merujuk pada kesepakatan desa dan belum diterima secara resmi. Kondisi ini mendorong dilakukannya asistensi lanjutan, baik di kantor Teras di Kendari maupun melalui kunjungan khusus ke tiga desa di Kecamatan Kabaena Timur pada akhir Januari 2020.
Meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan, proses kesepakatan batas antar desa tetap diupayakan melalui pertemuan yang difasilitasi oleh Camat sebagai anggota TPPBD. Beberapa kesepakatan berhasil dicapai, terutama untuk desa-desa di wilayah daratan, sementara proses di wilayah Pulau Kabaena masih membutuhkan pendekatan yang lebih intensif.
Pengalaman di Kabupaten Bombana menggarisbawahi pentingnya pendekatan yang kontekstual dalam pemetaan partisipatif. Setiap wilayah memiliki dinamika sosial, ekonomi, dan politik yang unik, sehingga metode yang diterapkan harus adaptif terhadap kondisi lokal. Selain itu, kapasitas fasilitator dan TPPBD dalam memahami perspektif konflik menjadi krusial untuk membangun resolusi yang berakhir pada kesepakatan yang tidak merugikan pihak mana pun.
Ke depan, proses pemetaan partisipatif di Kabupaten Bombana akan dilanjutkan dengan presentasi hasil peta versi masing-masing desa sebagai langkah untuk resolusi konflik batas. Hasil presentasi akan didokumentasikan dan diserahkan kepada TPPBD Kabupaten dan Bupati Bombana sebagai referensi dalam penyelesaian konflik. Pendekatan ini menekankan pentingnya transparansi dan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan bersama.
Refleksi dari pengalaman di Kabupaten Bombana menunjukkan bahwa pemetaan partisipatif bukan sekadar proses teknis penggambaran batas wilayah, tetapi juga merupakan arena negosiasi kepentingan dan identitas lokal. Keberhasilan pendekatan ini sangat bergantung pada komitmen semua pihak untuk berpartisipasi aktif dan mengedepankan kepentingan bersama di atas kepentingan sektoral. Pada akhirnya, pemetaan partisipatif harus dilihat sebagai bagian dari upaya yang lebih luas dalam membangun tata kelola desa yang demokratis, transparan, dan akuntabel.
0 Komentar